Dalam memahami
sebuah ilmu, kadang tidak cukup jika mencari sumbernya dengan hanya membaca, browsing, atau mengkajinya secara
individu. Supaya lebih komprehensif dan ilmu-ilmu yang diperoleh lebih
berkembang, ada kalanya kita perlu berinteraksi dengan orang lain, orang yang
lebih pandai menguasai bidang ilmu yang ingin kita kuasai. Hal ini tidak
terlepas dari sifat manusia sebagai makhluk yang sosialis dan penuh rasa ingin
tahu. Oleh karena itu, kita perlu sebuah majelis dalam rangka mengkaji ilmu
dari referensi kitab-kitab suci, hadist dan hal yang lebih penting untuk
kebutuhan hati agar tak kering, yakni ingatan memori kita terhadap kebesaran
Ilahi (baca:dzikir).
Hadist riwayat
Abu Hurairah r.a, dia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Alloh malaikat-malaikat yang tugasnya berkeliling di
jalan-jalan untuk mencari ahli dzikir. Kemudian apabila mereka menemukan kaum
yang berdzikir kepada Alloh, maka mereka saling panggil memanggil: ‘Kemarilah
menuju sasaran tugas kalian!’ Kemudian, lanjut beliau, mereka (para malaikat)
itu melingkupi mereka dengan sayap-sayap mereka sampai ke langit terdekat.
Kemudian
lanjut beliau, Tuhan bertanya kepada mereka- padahal, Dia lebih tahu daripada
mereka: ‘Apa yang dibaca hamba-hambaku itu?’
‘Mereka
membaca tasbih, takbir, tahmid, dan tamjid,’ jawab mereka
‘Apakah
mereka pernah melihat-Ku?’ tanya Tuhan.
‘Tidak’
jawab malaikat, ‘Demi Alloh mereka tidak pernah melihat-Mu.’
Tuhan
lantas bertanya, ‘Bagaimanakah seandainya mereka melihat-Ku?
Mereka
menjawab, ‘Seandainya mereka melihat-Mu, niscaya lebih hebat tamjid dan tahmid
mereka, serta lebih banyak tasbih yang mereka baca.’
Lalu
Tuhan bertanya, ‘Apa yang mereka minta?’
‘Mereka
minta surga,’ jawabnya.
‘Apakah
mereka pernah melihatnya?’ tanya Tuhan.
‘Tidak,’
jawab mereka, ‘Demi Alloh, mereka tidak pernah melihatnya.’
Tuhan
lantas bertanya, ‘Bagaimanakah seandainya mereka melihatnya?
Mereka
menjawab, ‘Seandainya mereka melihatnya, niscaya mereka lebih kuat dalam
mengharapkannya, lebih hebat dalam mencarinya, dan lebih besar keinginannya.’
Lalu
Tuhan bertanya, ‘Apa yang ingin mereka hindari?’
‘Mereka
ingin mengindari neraka,’ jawabnya.
‘Tidak,’
jawab mereka, ‘Demi Alloh, mereka tidak pernah melihatnya.’
Tuhan
lantas bertanya, ‘Bagaimanakah seandainya mereka melihatnya?’
Mereka
menjawab, ‘Seandainya mereka melihatnya, niscaya mereka lebih kuat dalam
menghindarinya dan lebih besar ketakutannya.’
Kemudian,
lanjut beliau, Tuhan berfirman, ‘Aku persaksikan kepada kalian, bahwa
sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka.
Lalu
lanjut beliau, ada salah seorang malaikat yang berkata, ‘Di antara mereka ada
si fulan yang bukan bagian dari mereka. Sesungguhnya dia datang hanya untuk
sebuah keperluan’
Tuhan
berfirman, ‘Mereka adalah teman-teman duduk yang tidak menyebabkan teman duduk
mereka celaka. [HR Al Bukhari, no.6408]
Keutamaan
majelis menurut Ust. Solikhin Abu ‘Izzuddin adalah sebuah majelis yang menjadi
pengingat bagi yang lupa, penyemangat bagi yang loyo, perekat ukhuwah bagi yang
berseketa, penyelamat bagi yang tersesat, dan tempat istirahat yang nikmat bagi
pemikul beban berat. Dari sini, kita juga mendapatkan sakinah (ketenangan) dan
rohmat Alloh SWT dalam setiap kesempatan. Adapun kenikmatan lain adalah dipuji
Alloh di hadapan para malaikat saat kita menghadiri majelis ilmu.
Majelis yang
didasarkan pada etika dan ilmu yang baik akan melahirkan buah manis bagi
seorang muslim. Adapun etika/ adab majelis yang perlu diperhatikan antara lain:
- Mengucapkan salam kepada orang yang hadir di majelis sewaktu datang dan pergi. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu sampai pada sebuah forum, maka hendaklah ia mengucapkan salam. Lalu jika ia berhasrat untuk duduk, maka hendaknya ia duduk. Kemudian jika hendak bangkit (meninggalkannya) maka hendaklah ia mengucapkan salam. Sebab yang pertama tidak lebih berhak daripada yang terakhir.” [HR Tirmidzi, no.2706-Hasan]
- Datang tepat waktu alias bersegera datang agar tidak ketinggalan ilmu yang disampaikan. Kalau kata Pak JK, ‘Lebih cepat lebih baik.’ Hehehehe...
- Duduk dengan tenang, tidak main-main, iseng atau bersenda gurau. Jangan duduk di tengah lingkaran majelis. Dalam sebuah hadist riwayat Abu Dawud, “Rasulullah SAW melaknat orang yang duduk di tengah-tengah lingkaran (pertemuan).”
- Berbagi tempat duduk di dalam majelis, diterangkan dengan jelas dalam QS 58:11
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan padamu, ‘Berilah
kelapangan didalam majelis-majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Alloh SWT akan
memberikan kelapangan kepadamu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdiri kamu,’ maka
berdirilah, niscaya Alloh akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Alloh Maha
Teliti apa yang kamu kerjakan.”
Asbabun nuzul ayat tersebut:
Muqatil memaparkan ayat QS 58:11
diturunkan pada hari Jum’at dan ditujukan kepada para sahabat yang ikut Perang
Badar. Mereka kembali dan datang ke majelis Rasulullah SAW sehingga tempat itu
menjadi sempit. Akibatnya, banyak sahabat yang terpaksa harus berdiri. Rasul
kemudian menyuruh beberapa orang untuk berdiri dan mempersilakan para sahabat
yang kembali dari Perang badar itu untuk duduk. Kenyataan ini menimbulkan rasa
tidak senang dalam hati para sahabat yang disuruh berdiri [HR Ibnu Abi Hatim].
- Tidak boleh menempati tempat yang tadinya diduduki oleh seseorang tanpa ridhanya, apabila orang yang duduk pertama akan kembali ke tempat semula.
- Ikhlas dan sabar dalam menerima sebuah ilmu serta terlihat bersemangat dan bersungguh-sungguh.
- Berbicaralah secara teratur dan sopan tanpa memotong pembicaraan orang lain. Selain itu, larangan berbisik berdua tanpa menyertakan orang ketiga. “Janganlah merahasiakan sesuatu berdua tanpa (melibatkan) orang ketiga [HR Ahmad, No.4650].
- Saling menghormati pendapat orang lain seperti Nabi yang menerima pendapat strategi tempat jihad di Badar atau strategi perang Khandaq.
- Mencatat point-point penting yang diperoleh dalam majelis. Kalo kata Ust. Hasan Al Banna, “Ikatlah ilmu itu dengan tulisan.”
- Alasan bertanya yang sopan; bertanya karena ketidaktahuan, bertanya tentang dalil/ landasan sebuah ilmu, bertanya bukan karena ingin menguji/ melecehkan pembicara. Namun diperbolehkan jika bertanya untuk mengajar yang lain. Apabila di dalam majelis ilmu terdapat masalah penting dan tidak ada seorang pun yang bertanya tentang masalah itu, maka diperbolehkan bertanya tentang hal tersebut meskipun dia sudah mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat ilmu yang banyak. Hal ini dicontohkan oleh malaikat Jibril yang bertanya kepada Nabi, “Akhbirnii ‘anil Islaam (beritahukan aku tentang islam..)” [hadist Arba’in no.2]
- Apabila ingin meninggalkan majelis, maka harus mendapatkan izin dari pimpinan majelis, QS 24: 62
“(yang disebut orang mukmin hanyalah orang yang beriman kepada Alloh dan
Rasul-Nya (Rasulullah SAW) dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia
(Rasulullah SAW) dalam suatu urusan bersama, mereka tidak meninggalkan
(Rasulullah SAW) sebelum minta izin kepadanya. Sungguh orang-orang yang meminta
izin kepadamu, mereka itulah orang-orang yang (benar-benar) beriman kepada
Alloh dan Rasul-Nya. Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu
keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka,
dan mohonkanlah ampunan kepada mereka kepada Alloh SWT. Sesungguhnya Alloh Maha
Pengampun lagi maha Penyayang.
Asbabun ayat tersebut:
Urwah bin Muhammad bin Ka’ab al
Qurazhi meriwayatkan bahwa dalam perang Ahzab, kaum Quraisy yang dipimpin oleh
Abu Sufyan, berusaha untuk memasuki Madinah dari rumah, nama sebuah sumur
terkenal di Madinah. Sementara di sisi lain suku Ghathafan juga mendekati
Madinah dari arah Na’ma, dekat gunung Uhud. Ketika mendengar kabar ini,
Rasulullah SAW beserta kaum muslim langsung menggali parit untuk membentengi
Madinah. Saat itulah kaum munafik tidak bersungguh-sungguh dalam berkerja.
Mereka sering pulang ke rumah mereka tanpa izin kepada Rasulullah SAW. Padahal,
jika kaum muslim hendak pergi atau melakukan sesuatu mereka memberitahu dan
meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah SAW. Lalu mereka segera berkerja
menggali parit lagi. Oleh karena itu, turunlah ayat ini [HR Ibnu Ishaq dan
Baihaqi].
- Mengucapkan istigfar dan doa penutup majelis untuk menjaga kesucian hati, dan kebersihan majelis.
“Subhaanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illaa anta
astagfiruka wa atuubu ilaik...”
Indahnya majelis
terasa karena beratus-ratus malaikat menyertai kita, mengusap iman kita agar
lebih bertambah, menyejukkan dan menenangkan jiwa yang sedang galau/ gelisah.
Semoga kita tergolong orang-orang yang haus akan ilmu dan rindu terhadap
majelis saat kapanpun dan di manapun kita berada.
Artikel_Wisata
Ruhani
Referensi: Al
Qur’an dan Al Hadist
Fuad Abdul Aziz Asy-Syalhub. 2009. Etika dalam Majelis. Surabaya: Elba.
Solikhin Abu ‘Izzuddin. 2009. New Quantum Tarbiyah. Yogyakarta:
Prou-Media.
Inspirasi pagi 120212