Kiprah Wanita Muslimah
by al Kawan Imut |
Masih
bernuansa bulan Maret, pada tanggal 9 Maret kaum wanita memperingati hari
jadinya secara serempak. Bagaimana awal mula peran muslimah pada masa awal dunia
islam? Sebagai seorang muslimah kita bisa bercermin kepada Siti Khadijah,
Aisyah r.a, Fathimah Az Zahra, Rufaidah binti Sa’ad, Asy Syifa binti Abdillah
Al Adawiyah, serta deretan muslimah jempolan lainnya. Mengapa kaum muslimah
tergolong wanita? Karena wanita adalah (WANI_diTAta) dan muslimah adalah
(MUSLIM_umMAH). Yaa.. Wanita muslimah berperan sebagai ibu dan pasangan hidup
dari kaum lelaki yang taat kepada Alloh SWT beserta Rasulnya.
Era
sebelum kedatangan Islam (disebut zaman Jahiliyah), wanita merupakan makhluk
yang teraniya. Pada masa itu, kerap bayi-bayi perempuan dibunuh karena tidak
diinginkan. Kemudian, Islam datang dengan ajaran yang menekankan kesamaan
antara laki-laki dan wanita. Hal yang membedakan adalah ketakwaannya. “Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Aku
tidak Mensia-siakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
maupun perempuan, (karena) sebagian kamu (keturunan) dari sebagian yang lain..”
[QS 3:195]. Pesan dan spirit yang sama tentang laki-laki dan wanita juga
ditemukan dalam QS 16:97, QS 9:67, QS 33:35, QS 48:5-6. Wanita dapat membangun
perannya di dalam keluarga lalu memancarkannya ke luar.
Rufaidah
binti Sa’ad Al Bani Aslam Al Khazraj adalah contoh perempuan pelopor yang
menyumbangkan kontribusi penting dalam dunia Islam. Muslimah asal Yatsrib
(Madinah) ini adalah pendiri Rumah Sakit dan palang merah pertama pada masa
Rasulullah SAW. Rufaidah mempelajari ilmu keperawatan saat membantu ayahnya
yang seorang dokter. Ketika kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabadikan
dirinya merawat kaum Muslimin yang sakit dan membangun tenda di luar Mesjid
Nabawi saat keadaan damai. Bukan hanya itu, Rufaidah menjadi bagian sukarelawan
perawat pada perang Badar, Uhud, Khaibar dan Khandaq. Beliau melatih beberapa
wanita untuk menjadi perawat. Rasulullah SAW memberikan izin kepada para perawat
muslimah untuk ikut serta dalam perang, merawat pasukan yang terluka. Hal
inilah menjadi awal mula dunia medis dan keperawatan.
Sosok
kepribadian Rufaidah yang care, serta
memiliki empati yang tinggi selalu mengedapankan aspek kemanusiaan saat merawat
pasien-pasiennya. Prof. Dr. Omar Hasan Kasule dalam makalah yang berjudul “Empowerment
and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang dipresentasikan
dalam Konferensi Keperawatan ketiga di Brunei Darussalam, menyebut Rufaidah
sebagai seorang perawat Public Health
Nurse sekaligus Social Worker.
Selain
Rufaidah, ada sosok wanita pelopor Asy Syifa binti Abdillah al Adawiyah dari
suku Quraisy. Wanita super ini dikenal sebagai guru wanita pertama dalam Islam.
Selain itu, beliau juga memiliki kecerdasan dan keterampilan di bidang
kedokteran, terutama dalam hal kejiwaan. Beliau terkenal dengan pengobatan
rukhiyah pada saat itu.
Berkat
kepandaian beliau dalam membaca dan menulis, beliau menularkan ilmu bermanfaat
dan mengajari para muslimah demi mendapatkan pahala dari Alloh. Sejak itulah,
ia menjadi guru di zaman Rasulullah SAW. Salah satunya murid Asy Syifa adalah
Hafsoh binti Umar bin Khattab, istri Rasulullah SAW.
Masih
banyak wanita muslimah yang berperan melalui pendidikan hingga melahirkan
generasi Islam yang membanggakan. Ada Thumadir binti Amru ibn Al Syarid as
Salamiyah al Madhriyah (Al Khunnasa) dan Lubabah binti Al Haritsh (Ummu al
Fadhl). Al Khunnasa, saudara Muawiyah dan Shakr adalah sosok ibu yang tegas dan
gigih memperjuangkan Islam, mendorong anak-anaknya untuk pergi ke medan perang.
Sedangkan Ummu al Fadhl ialah sahabat wanita Rasulullah SAW yang juga ibu dari
seorang ulama besar dan ahli tafsir terkemuka, Abdullah bin ‘Abbas (Ibnu
Abbas). Beliau juga merupakan isteri dari paman Rasulullah SAW, ‘Abbas bin
Abdul Muthalib.
Munculnya
tokoh-tokoh wanita pada periode awal Islam menunjukkan emansipasi telah tumbuh
pada masa itu. Sayangnya, pada era modern ketika emansipasi telah dijunjung
tinggi dan diperjuangkan, masih banyak wanita yang tidak memahami posisi dan
potensi mereka. Tentunya, kaum wanita perlu harus membekali diri dengan
berbagai hal untuk memberdayakan potensi mereka dan menghindarkan diri dari
hal-hal yang mungkin terjadi jika mereka tak memiliki pengetahuan tentangnya.
Bagi mereka yang telah memberdayakan diri dalam lingkup yang lebih luas, mereka
perlu membangun ketahanan diri dalam menjaga keseimbangan peran, peran sebagai
isteri,ibu, serta anggota masyarakat yang baik.
Disadur
dari Republika, Ahad, 11 Maret 2012
Wachidah Handasah, “Muslimah
Pelopor di Masa Awal Islam”
Siti Noordjanah
Djohantini, “Wanita Harus Pahami Peran dan Potensinya”
izin share ya...
ReplyDeletesyukron..