Sahabat, pada minggu lalu kajian Wiru telah
membahas tentang hukum air. Masih ingat kajian ilmu tentang air yang suci dan
mensucikan? Air apa saja yang boleh untuk bersuci? Menindaklanjuti hal itu,
pada kesempatan ini (28/02), kita akan belajar sesuatu yang tidak baru namun
sangat perlu, sesuatu yang tidak asing tapi sangat penting..Yap. Masih
berhubungan dengan air, yakni tata cara mandi besar. Sebelum kita menelusuri
lebih jauh tentang MB, kita memahami urgensi thaharah terlebih dulu, ya.
Chekidot.
thaharah |
Thaharah atau bersuci menduduki masalah
penting dalam syari`ah Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah,
ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan sah dan tidak diterima. Allah SWT telah memuji orang-orang
yang selalu menjaga kesucian di dalam Al-Qur’an.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat
dan orang-orang yang membersihkan diri. (QS. Al-Baqarah : 222).
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan
diri dan Allah menyukai orang yang membersihkan diri. (QS. An-Taubah : 108)
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kesucian
itu sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan
kesucian ini baik, maka kualitas imannya pun baik.
الطهور شطر الإيمان
Kesucian itu bagian dari Iman (HR.
Muslim).
Pada dasarnya, thaharah dibagi menjadi dua,
yaitu thaharah Hakiki dan Hukmi. Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal
yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
Misalnya, seseorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau
air kencing, maka tidak sah shalatnya. Sedangkan thaharah secara hukmi
maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun
hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat
kotornya secara fisik. Misalnya, seseorang yang tertidur batal wudhu`-nya,
boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun, dia wajib
berthaharah ulang dengan cara berwudhu bila ingin melakukan ibadah ritual
tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Bagitu pula dengan orang yang haidh
dan nifas, maka ia wajib untuk mandi besar dalam menghilangkan hadats besar
dalam tubuhnya.
Sahabat, dalam beribadah, kita perlu memahami ilmu di
dalamnya. Misalnya, tata cara mandi besar bagi para ikhwan dan akhwat dewasa. Ternyata,
ada perbedaan tentang tata cara mandi besar dengan sebab junub dan haid serta nifas.
TATA CARA MANDI BESAR KARENA HAID DAN NIFAS
[Diringkas
dari majalah As Sunah Edisi 04/Th.IV/1420-2000, oleh Ummu ‘Athiyah
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar]
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar]
Haid adalah
salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan
puasa, maka setelah selesai haidh kita harus bersuci dengan cara yang lebih
dikenal dengan sebutan mandi haid/ mandi besar.
Agar ibadah
kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita
harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa
Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:
تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ
“Salah
seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon
bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent)
kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di
atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada
kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu
mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian
dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?”
Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau
mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).”
Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya
tata cara bersuci, beliau bersabda:
تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ
“Hendaklah
dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian
bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci
dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik
wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu
dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)
An-Nawawi rahimahullah
berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji
(kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang
mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas,
kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai
mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah
haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).
Syaikh
Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya
air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan
jalinan rambut atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut
kecuali dengan menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan
karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke
pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’
hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).
Maka wajib
bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan
seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya
sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi
yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ringkasnya
sebagai berikut:
- Niat
- Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya.
- Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
- Menyiramkan air ke seluruh badannya.
- Mengambil secarik kain atau kapas (atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
- Berwudhu, jika BAK (buang air kecil) dan BG (buang gas) usai mandi besar
TATA CARA
MANDI JUNUB BAGI WANITA
Ternyata, fenomena mimpi basah juga pernah dialami oleh kaum hawa. Oleh
sebab itu, kaum hawa turut diwajibkan untuk mandi besar jika mengalami mimpi
basah dan mengeluarkan mani, serta diwajibkan mandi besar seusai berjunub/
bersetubuh dengan suami.
Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:
كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ
“Kami (
istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil
(air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas
kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya
ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang
kiri.” (Hadits
Shahih riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)
Seorang
wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi
karena junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari Ummu
Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن
Aku (Ummu
Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan
jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena
junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu
tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau
bersuci.” (Hadits
Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176,
hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)
Apakah shampo-shampoan selalu identik dengan mandi besar? Ternyata, ada
tata cara khusus dalam mandi besar yang tidak selalu usai dengan cuma shampo
saja.
Ringkasan
tentang mandi junub bagi wanita (www.muslimah.or.id):
- Niat
- Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).
- Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
- Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
- Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.
- Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.
Ringkasan
tentang mandi junub secara umum bagi ikhwan dan akhwat (hasil diskusi):
- Niat
- Sebelum membersihkan, mengguyur dan menggosok kedua tangan dengan air, lalu mengalirkan ke kedua tangan (dahulukan tangan kanan)
- Membersihkan kemaluan dengan air (menggunakan tangan kiri).
- Berwudhu sesuai rukun.
- Menyiramkan air ke kepala dan membersihkan rambut sampai 3 kali.
- Meratakan ke seluruh tubuh
- Membersihkan kedua kaki (dahulukan kaki kanan)
- Boleh lanjut dengan shampo-shampoan.
- Wudhu kembali jika kena hadast kecil (buang gas dan buang air kecil).
Tata cara
mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil
dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wallahu
A’lam bish-shawab.
Ada masukan dari teman-teman mengenai artikel ini?
Syukron Jazakumullah katsiran..
:)
Referensi:
Al Qur’an dan Al Hadist
0 komentar:
Post a Comment