Ahlan wa Sahlan, Saudaraku..

Assalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh..

Ini adalah blog resmi Kajian Wisata Ruhani Undip untuk mempermudah seluruh Jamaah Masjid Kampus Undip untuk berinteraksi baik tanya jawab tentang syariah dan kehidupan sehari-hari.
Dan juga disediakan seluruh file dan dokumentasi di setiap kajian, semoga dapat mengobati kerinduan terhadap Kajian Islam karena sibuknya aktifitas baik kuliah, kerja, maupun aktifitas lainnya..

Selanjutnya semoga ini bisa menjadi sarana terbaik kita bersama menjadi Muslim yang terbaik..

Wisata Ruhani
"Bersama Menuju Kebaikan"

05 March 2012

Tata Cara MB [M]andi [B]esar


Sahabat, pada minggu lalu kajian Wiru telah membahas tentang hukum air. Masih ingat kajian ilmu tentang air yang suci dan mensucikan? Air apa saja yang boleh untuk bersuci? Menindaklanjuti hal itu, pada kesempatan ini (28/02), kita akan belajar sesuatu yang tidak baru namun sangat perlu, sesuatu yang tidak asing tapi sangat penting..Yap. Masih berhubungan dengan air, yakni tata cara mandi besar. Sebelum kita menelusuri lebih jauh tentang MB, kita memahami urgensi thaharah terlebih dulu, ya. Chekidot.

thaharah

Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam syari`ah Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan sah dan tidak diterima. Allah SWT telah memuji orang-orang yang selalu menjaga kesucian di dalam Al-Qur’an.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang membersihkan diri. (QS. Al-Baqarah : 222).
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri dan Allah menyukai orang yang membersihkan diri. (QS. An-Taubah : 108)
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kesucian itu sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan kesucian ini baik, maka kualitas imannya pun baik.
الطهور شطر الإيمان
Kesucian itu bagian dari Iman (HR. Muslim).
Pada dasarnya, thaharah dibagi menjadi dua, yaitu thaharah Hakiki dan Hukmi. Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Misalnya, seseorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, maka tidak sah shalatnya. Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik. Misalnya, seseorang yang tertidur batal wudhu`-nya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun, dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Bagitu pula dengan orang yang haidh dan nifas, maka ia wajib untuk mandi besar dalam menghilangkan hadats besar dalam tubuhnya.
Sahabat, dalam beribadah, kita perlu memahami ilmu di dalamnya. Misalnya, tata cara mandi besar bagi para ikhwan dan akhwat dewasa. Ternyata, ada perbedaan tentang tata cara mandi besar dengan sebab junub dan haid serta nifas. 
TATA CARA MANDI BESAR KARENA HAID DAN NIFAS
[Diringkas dari majalah As Sunah Edisi 04/Th.IV/1420-2000, oleh Ummu ‘Athiyah
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar]

Haid adalah salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan puasa, maka setelah selesai haidh kita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haid/ mandi besar.

Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:

تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).”

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ
“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)

An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).

Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).

Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ringkasnya sebagai berikut:
  1. Niat
  2. Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya.
  3. Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
  4. Menyiramkan air ke seluruh badannya.
  5. Mengambil secarik kain atau kapas (atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
  6. Berwudhu, jika BAK (buang air kecil) dan BG (buang gas) usai mandi besar

TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA

Ternyata, fenomena mimpi basah juga pernah dialami oleh kaum hawa. Oleh sebab itu, kaum hawa turut diwajibkan untuk mandi besar jika mengalami mimpi basah dan mengeluarkan mani, serta diwajibkan mandi besar seusai berjunub/ bersetubuh dengan suami.

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:
كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ
“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)

Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن
Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)

Apakah shampo-shampoan selalu identik dengan mandi besar? Ternyata, ada tata cara khusus dalam mandi besar yang tidak selalu usai dengan cuma shampo saja.

Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita (www.muslimah.or.id):
  1. Niat
  2. Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).
  3. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
  4. Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
  5. Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.
  6. Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.
Ringkasan tentang mandi junub secara umum bagi ikhwan dan akhwat (hasil diskusi):
  1. Niat
  2. Sebelum membersihkan, mengguyur dan menggosok kedua tangan dengan air, lalu mengalirkan ke kedua tangan (dahulukan tangan kanan)
  3. Membersihkan kemaluan dengan air (menggunakan tangan kiri).
  4. Berwudhu sesuai rukun.
  5. Menyiramkan air ke kepala dan membersihkan rambut sampai 3 kali.
  6. Meratakan ke seluruh tubuh
  7. Membersihkan kedua kaki (dahulukan kaki kanan)
  8. Boleh lanjut dengan shampo-shampoan.
  9. Wudhu kembali jika kena hadast kecil (buang gas dan buang air kecil).
Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wallahu A’lam bish-shawab.

Ada masukan dari teman-teman mengenai artikel ini?
Syukron Jazakumullah katsiran..
:)

Referensi:
Al Qur’an dan Al Hadist

0 komentar:

Post a Comment